-
Adinia Wirasti
Lewat peran dan karya layar lebar yang dibintanginya selama lebih dari satu dekade, kecintaan terhadap dunia sinema tumbuh secara natural. Pemeran Gia dalam film Selamat Pagi Malam ini sedikit berbagi dengan Esquire tentang alur kehidupannya di depan dan di balik kamera.
Benar-benar nggak pernah terpikirkan olehku untuk menjadi seorang aktris, atau bahkan bermain film. Tawaran untuk film AADC pun aku dapatkan secara tidak sengaja. Proses penggarapan AADC (Ada Apa Dengan Cinta, rilis 2002) memakan waktu cukup lama, sudah dimulai sejak 2001. Aku ingat adegan pertama yang diambil itu waktu kita berlima sedang berada di rumah tokoh Cinta. Pengambilan adegannya cepat banget, sampai nggak berasa kayak lagi syuting. Saat itu, aku baru terpikir kalau memainkan sebuah karakter itu ternyata menyenangkan. Proses syutingnya pun juga menyenangkan. Apalagi, kami semua saat itu “diasuh” oleh Mbak Mira Lesmana. Ia baik sekali, kayak Peter Pan. Pemeran dan kru yang lain juga asyik semua.
Kami semua tidak pernah menyangka bahwa AADC akan menjadi sebuah film “besar”. Tiba-tiba kami harus menghadapi banyak hal yang “gila”. Pernah waktu promosi di BSM Bandung, pengunjung yang datang sampai mencapai 20.000 orang. Kami benar-benar nggak menyangka. Untuk ke toilet pun kami harus menyamar pakai wig agar tidak ketahuan. Kaca toko bahkan ada yang sampai pecah. Tadinya, kami pikir orang-orang itu datang hanya untuk melihat Dian [Sastrowardoyo] dan Nico [Saputra] saja. Ternyata, aku dan Titi [Kamal] pun juga ikut jadi sasaran cakaran dan histeria pengunjung. Kami baru bisa keluar dari mal pada pukul 21.00 malam, setelah semua pengunjung pulang.
Meskipun AADC membuka banyak peluang emas, ada juga sisi negatifnya yang aku rasakan. Nico pun ternyata juga berpikiran sama. AADC menjadi seperti sebuah teror. Ke mana saja kami pergi, selalu saja dipanggil dengan nama kami dalam karakter film itu. Musik soundtrack-nya pun selalu ada di mana saja. Sempat agak terganggu sih. Tapi, mungkin itu menjadi sebuah fase yang harus disyukuri. Tidak
semuanya mendapat kesempatan seperti itu. Sampai-sampai, aku, Nico, dan Mbak Mira pernah bercanda membuat rencana sekuel untuk film ini. The Twisted AADC. Cinta yang jadi perawan tua karena Rangga gak pulang-pulang. Rangga yang jadi homo terus pacaran sama Willy. Karmen jadi playgirl lesbian. Aliya jadi Bandar narkoba. Ahahaha.
Setelah AADC, aku memang memutuskan untuk coba fokus pada sekolah. Mas Rudi Sudjarwo yang kemudian datang menawarkan peran Rudi di film Tentang Dia (2005). “Gue ingin memperkenalkan elo lagi sebagai seorang aktris,” begitu katanya. Setelah 2 tahun vakum dari dunia film, aku memang benar-benar merasa kangen suasana lokasi syuting. Aku pun mulai memikirkan kemungkinan untuk menseriusi dunia seni peran sebagai profesi. Proses produksi film ini hanya memakan waktu 16 hari. Ini adalah sebuah film penting dalam karierku. Apalagi, setelah mendapat Piala Citra, aku semakin termotivasi untuk bisa memberikan penampilan sebaik mungkin dalam setiap penampilan.
Aku sama sekali nggak nyangka bisa menang Piala Citra. Aku masih aktris pendatang baru dan itu adalah film keduaku. Mendapat apresiasi seperti itu, aku tentu saja merasa bangga. Setidaknya, Piala Citra bisa menjadi bukti pertanggungjawaban kepada orangtua bahwa aku benarbenar serius dengan profesi ini. Penghargaan itu juga menjadi beban untukku. Aku selalu berusaha untuk selektif dalam memilih tawaran yang berdatangan. Karakter dan cerita selalu menjadi pertimbangan utama bagiku dalam memilih setiap proyek. Aku juga selalu mengevaluasi kembali setiap penampilanku dan mendengarkan atau membaca segala kritik tentang itu.
Sex scene itu adegan yang paling sulit untuk dilakukan. Di film 3 Hari Untuk Selamanya (2007), aku melakukan adegan bercinta untuk pertama kalinya. Ini juga pertama kali buat Nico dan Riri [Riza]. Sebenarnya, aku benar-benar merasa nggak nyaman untuk melakukan adegan ini. Nico adalah sahabatku. Tapi, kami tentu nggak bisa bilang tidak. Kami kemudian melakukannya dengan membuat koreografi terlebih dahulu. Kami membuat sebuah perencanaan yang matang. Bahkan untuk soal busana pun benar-benar dipikirkan. Film ini adalah salah satu favoritku. Sebuah kesempatan berharga bisa diarahkan oleh sutradara sekaliber Riri Riza. Saya memang seseorang yang beruntung. Di awal karier, saya sudah bisa bekerja sama dengan banyak sutradara hebat, seperti Rudy Sudjarwo, Riri Riza, Teddy Soeriatmadja, dan Lasja Fauzia.
Setelah film ini, aku merasa harus jeda sejenak untuk semakin mengasah lagi kemampuanku. Aku kemudian memutuskan untuk mengambil short course penulisan skenario di Los Angeles. Mengambil jurusan ini bukan karena berniat ingin total menjadi seorang penulis skenario profesional. Seorang aktris yang baik itu harus bisa membedah skenario. Pengetahuan yang aku dapatkan di Los Angeles sangat membantu untuk pendalaman karakter pada setiap naskah. Untuk terus mengasah kemampuan, aku tidak lagi menjadi terlalu “pemilih”. Aku mulai mengambil lebih banyak proyek yang tentunya sesuai dengan kata hatiku. Mungkin, suatu waktu aku bisa mengaplikasikan pengetahuan yang kumiliki ini dengan membuat sebuah karya. Sekarang sih rasanya sudah gatal banget kalau melihat skenario yang tidak cukup bagus. Ingin secepatnya bisa berkontribusi untuk dunia perfilman Indonesia.
Aku memilih peran ini karena menyukai karakter Marsha. Ia adalah seorang wanita yang menarik. Meskipun sangat kontradiktif dengan sahabatnya Laura, tapi mereka tetap kompak. Proses syutingnya pun berlangsung di Eropa. Bersama tim yang tidak begitu banyak, kami pergi ke sana. Di sana, kami saling menjaga satu sama lain. Seru banget deh! Di film ini aku juga melakukan sebuah adegan topless yang diambil dari samping. Tidak porno sih, karena adegan itu menggambarkan Marsha yang baru keluar dari kamar mandi. Di hostel di Eropa memang kamar mandinya di luar, jadi adegan ini bukan berarti pamer tubuh begitu saja. Adegan ini juga seakan ingin menyiratkan bahwa karakter Marsha memang cuek: ia berani telanjang dari kamar mandi umum menuju kamarnya. Saya tidak takut untuk tampil “berani” di film, asalkan adegan itu ada maknanya dan memang digarap dengan serius.
Selain main film dengan aktor dan sutradara yang ada dalam my wish list, aku juga masih punya banyak impian yang dicapai. Salah satunya ingin jago belajar menari tradisional. Sekarang sih baru bisa gambyong. Nantinya, aku ingin bisa belajar lebih banyak lagi tentang kesenian Indonesia. Aku juga ingin bisa main wayang orang. Di waktu luang, aku sering menonton pertunjukan wayang orang di daerah Senen. Memang dari dulu aku selalu mengagumi wayang dan kesenian Jawa, karena memang aku berdarah Jawa. Sekarang ini, aku juga sedang fokus mendirikan yayasan yang bergerak di bidang seni dan budaya, namanya Yayasan Akar. Lewat yayasan ini aku ingin membangun kesadaran para anak muda untuk lebih peduli lagi dengan seni dan budaya bangsanya sendiri.
(Teks: Dicky Zulkarnain – Foto: Ryan Kevin Aulia)
TAG : Adinia Wirasti
- MORE STORIES -
Inilah Alasan Mengapa Pria dapat Bersikap Boros Karena hidup bukan hanya untuk dinikmati saja.
Koleksi Foto Hot Emily Ratajkowski Kemolekan tubuh Emrata memang mampu menarik perhatian pria.
Kumpulan Foto Hot Bella Hadid yang Gemar Pamer Payudara Sepertinya Bella memang sangat percaya diri.
15 Foto Wanita Hot yang Pernah Tampil di Esquire Siapa saja wanita seksi yang pernah diabadikan oleh Esquire?